![]() |
Alumnus Matematika ITS Felix Anthony saat menunjukkan pembuatan kode representasi sinyal EEG |
Salah satu lulusan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membuat inovasi yang luar biasa melalui pengembangan teknologi Electroencephalography (EEG) dalam menginvasi memori otak. Inovasi ini menjadi pengembangan yang signifikan dan mengesankan sebagai alat penunjang permasalahan aktivitas manusia.
Pemuda bernama Felix Anthony tersebut menjelaskan bahwa inovasi riset otak yang dikembangkannya ini berawal dari kebutuhan keputusan yang cepat dalam mengatasi permasalahan. Bukan hanya keputusan saat menangani masalah kesehatan, melainkan juga masalah-masalah mengenai forensik, politik, dan pola kehidupan juga dapat ditangguhkan. “Otak manusia itu menjadi jantung alur kehidupan dan ini bisa dimanfaatkan untuk menuai solusi segala permasalahan,” ujarnya.
Untuk itu, alumnus Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) ITS ini mengembangkan teknologi yang memanfaatkan daya pikir otak sebagai amunisi utamanya. Teknologi tersebut akan memberikan detail dari algoritma otak saat melihat objek, sehingga dapat divisualisasikan apa yang dipikirkan dari yang dilihat. “Hasil visualisasi tersebut akan direpresentasikan menjadi sebuah gambar secara nyata yang dapat dianalisis demi mengetahui originalitas dan arti di dalamnya,” paparnya.
Lebih lanjut, Felix menambahkan, teknologi utama yang digunakan dalam inovasinya ini adalah EEG yang menjadi inisiator dalam generalisasi stimulus visual otak. Menurut pemuda berkacamata tersebut, sinyal EEG yang terekam akan melalui tahap preprocessing seperti noise filtering dan artifact removal yang kemudian diekstrak menjadi fitur-fitur frekuensi dominan. “Selanjutnya, analisis dari generalisasi gambar menggunakan model deep learning untuk menghubungkan hasil objek dan algoritma,” imbuhnya.
Teknisnya, lanjut Felix, gambar atau ingatan yang dipikirkan dalam otak akan disinyalir oleh sinyal EEG dan disimpan ke dalam encoder. Setelah itu, encoder akan memproses rekaman tersebut dengan menjadikannya vektor yang akan menjadi input model generatif. Input tersebut diolah kembali menjadi model difusi yang menghasilkan gambar yang sudah tergeneralisasi. “Yang terpenting koding dalam pengaturan menuju model difusi harus sesuai agar tervisualisasi dengan baik,” jelasnya.
Meskipun begitu, lulusan sarjana terbaik kedua pada Wisuda ke-131 ITS, pertengahan April lalu, tersebut mengungkapkan bahwa teknologi yang masif dicanangkan ini memiliki kelemahan yang perlu ditangani. Pendekatan terhadap inovasi harus dilakukan lebih lanjut agar menghasilkan implementasi terhadap permasalahan yang ada secara maksimal. Kebutuhan eksternal, seperti komputer yang kompatibel harus ditingkatkan agar menjaga perbaikan teknologi secara konsisten dengan baik tanpa terkendala.
Dengan demikian, ia berharap dari teknologi pembangkit citra melalui sinyal EEG ini dapat mendukung Sustaoinable Development Goals (SDGs) poin ke-9 tentang inovasi dan infrastruktur teknologi keberlanjutan. Inovasi ini juga diharapkan menjadi modal kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah dalam menciptakan riset yang lebih terpadu. “Beragamnya puing-puing teknologi yang dibuat, saya harap dapat menjadi motivasi dan meneruskan inovasi-inovasi yang ada demi keberlanjutan pembangunan negara ini,” tutupnya.